Selasa, 08 Januari 2013

Dibalik PNS ada Anak tiri Guru Ngaji

Guru biasa diartikan oleh orang Jawa adalah digugu lan ditiru. Guru rela mengabdikan dirinya untuk memberikan ilmunya untuk para anak didiknya. Tak mengenal terik matahari ataupun dinginnya hujan, terkadang kesehatan mereka tak pernah mereka diperdulikan. Semua itu dilakukan untuk para anak didiknya agar mereka bisa cerdas bahkan mereka berharap anak didiknya bisa melebihi mereka.
Pendidikan ada jenis pendidikan formal dan informal. Pendidikan formal seperti pendidikan di sekolah umum, seperti SD, SMP, SMA dan sejenisnya. Sedangkan informal seperti belajar mengaji, les, dan lain-lain. Disini perlu kita amati dan cermati, mengapa PNS hanya untuk guru yang ada di pendidikan formal saja. Sedangkan seperti Belajar mengaji yang ada di desa-desa apa ada guru ngaji yang PNS? Kebanyakan dari mereka (guru ngaji yang ada di desa-desa) adalah ikhlas. Tak ada penghargaan dari pemerintahan untuk mereka. Padahal Tujuan mereka sama mencerdaskan anak bangsa dalam hal agama. Bayangkan jika hidup ini tak paham dengan agama, bisa hancur moral manusia. Hanya bayaran ucapan terima kasih unuk mereka yang telah ikhlas mengajarkan ilmu agamanya untuk anak didiknya. Tak ada fasilitas  sedikit pun dari ulur tangan pemerintahan. Jika memerlukan bantuan itu datang dari ulur tangan masayarakat yang peduli menghargai jasa mereka. Fasilitas yang mereka butuhkan nantinya untuk anak didiknya. Tapi, lihatlah para PNS, pemerintah memberikan fasilitas yang memadai untuk mereka. Mereka diberi jaminan hari tua, jaminan kesehatan, bahkan rumah, mobil pribadi dan lain-lain semua tercukupi bahkan cenderung berlebihan. 
Dunia pendidikan adalah dunia normatif, dunia penuh dengan nilai, Profesi guru itu adalah  “mendidik”, dimana pekerjaan ini sangat kental dan bahkan identik dengan da’wah. Kedekatan ini pula mendekatkan peran guru dengan gelar ulul albab, bahkan ‘ulama bagi guru-guru yang menekuni spesifikasi bidang khusus keagamaan dalam Islam. Pada tataran normatif para ulama itu digelari dengan gelar yang sangat tinggi, yakni “wara’satul anbiya”, sehingga secara genetik guru merupakan “keturunan akademik” dari para nabi.
Sudah tidak zamannya lagi Guru PNS yang tersertifikasi menjadi bagian dari warga negara yang berkeluh kesah atas profesinya, karena memang tidak memiliki pilihan lain, selain berusaha melaksanakan tupoksinya secara baik atau mundur tergantikan dengan gelombang generasi yang lebih baik.
Sudah tidak zamannya lagi guru kebakaran jenggot, ketika mendapatkan kritikan perbaikan kinerja dari luar profesi, atau bahkan otokritik. Jangan menempatkan posisi Guru PNS menjadi para malaikat yang suci dan bebas kritik atas kinerjanya atau menapikkan adanya pola pendidikan ‘nyaah dulang” yang mengintervensi keputusan-keputusan otoritas persekolahan, bahkan di sekolah-sekolah RSBI sekalipun.
Kita bukan pemberi tahu, melainkan pengingat.. Begitulah kira-kira kata padanan yang tepat untuk kewajiban da’wah kita sebagai sebaik-baik ummat (khairu ummah) yang memiliki tugas ta’muruuna bil ma’ruf wa tanhauna ‘anil munkar.
Indah, ketika mendengar kedekatan tugas kita sebagai guru dengan para nabi, insan-insan yang senantiasa mendapatkan perhatian Allah dalam perjalanan hidupnya. Pada tataran ini, Allah sekali lagi menegaskan pada kita bahwa profesi guru itu profesi yang sangat lekat dengan shirah kenabian, walau secara syar’i kita meyakini bahwa Muhammad SAW merupakan Khatamun nabiyyin.
Penda’wah adalah bukan pilihan yang akan menghadapkan kita pada kemegahan dunia secara materil, melainkan sebuah perjalanan panjang berliku yang penuh dengan halangan dan rintangan. Mengambil posisi dijalan da’wah berarti nawwaitu dengan sepenuh hati mewakafkan diri pada shirah yang jauh dari dunia hedonistik dan individualistik.
Pada konteks Periode Da’wah Madaniyah, beberapa shahabat nabi tidak diberangkatkan ke medan pertempuran, karena memiliki kemampuan menghafal ayat-ayat yang diturunkan kepada Nabi (Al Quran dan Hadits Qudsi) serta tutur kata Nabi (Hadits). Shahabat nabi yang istimewa seperti inilah yang kemudian sehari-harinya disibukkan dengan kegiatan belajar-mengajar Agama islam, belajar kepada nabi dan mengajar kepada para penganut Islam yang datang kemudian. Untuk sahabat-sahabat seperti ini, atas perintah nabi, Baitul Maal yang menampung zakat, infak dan shadaqah Kaum Muslimin, mengalokasikan dananya dengan memasukannya pada “asnab fisabilillaah.”
Guru yang sudah menyandang PNS adalah sekelompok warga negara yang diistimewakan negara dengan mendapatkan penghidupan dari pajak yang dikumpulkan dari seluruh warga negara. Mengapa semua warga negara ?. Jawabannya, karena semua barang yang dikonsumsi oleh warga negara meiliki konsekuensi pembayaran pajak langsung, terlepas dari besar atau kecilnya.
Pertanyaannya yang harus dipikirkan pemerintah” apakah sudah adil sikap yang telah dilakukan pemerintah untuk para pejuang tanpa jasa tersebut di luar guru PNS? Padahal satu yang harus dipertimbangkan,  mereka para guru ngaji yang ada di desa-desa  juga turut mencerdaskan kehidupan bangsa sama dengan apa yang dilakukan guru PNS?


Kisah lalu
Ingin rasanya ku menangis
Mengingat parasmu
Terbayang semua kenangan bersamamu
Putaran jam seketika berhenti
Menghela nafas terdalam
Taukah jika hati ini masih ingin memilikimu
Mengapaimu semuanya dengan mu
Jalan takdir kah yangmemisahkan kita seperti ini?
Tersontak  dalam anganku
Ku harus melepas tali yang tak pernah bisa menyatu lagi..
Relakan hati ini untuk pergi
Melepas bayanganmu………………


By :mila jayantri
Weleri, 07072012